Webinar MIPI: Ketika Riset dan Kajian Menjadi Basis Kebijakan Pemerintah
Rilis Pers Masyarakat Ilmu Pemerintahan Indonesia
Sabtu, 26 Maret 2022
JAKARTA, tangraya
Masyarakat Ilmu Pemerintahan Indonesia (MIPI) menggelar webinar bertajuk “Ketika Riset dan Kajian Menjadi Basis Kebijakan Pemerintah”, Sabtu (26/3/2022). Dalam webinar ini hadir sebagai narasumber Sekretaris Badan Strategi Kebijakan Dalam Negeri (BSKDN) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Kurniasih.
Dalam sambutan pembukaan, Sekretaris Jenderal (Sekjen) MIPI Baharuddin Thahir menyampaikan, tema ini menarik diangkat karena dua hal.
Pertama, berbicara tentang kebijakan, riset dan penelitian menjadi hal penting seiring berkembangnya teori, konsep, serta praktik ilmu pemerintahan. Isu-isu terakhir tentang revolusi industri 4.0, big data, dan seterusnya menunjukkan pentingnya riset dalam kebijakan.
“Kita juga melihat bahwa situasi sangat cepat, iya kan. Dua tahun terakhir kita berada pada pandemi ya, pada masa itu juga banyak riset tentang bagaimana sih kebijakan pemerintahan (di era pandemi),” katanya.
Meski begitu, Bahar menyayangkan, pada saat yang sama alokasi anggaran untuk kajian dan penelitian mengalami pengurangan dan pengecilan. Hal ini menjadi ironi dan pertanyaan untuk didiskusikan lebih lanjut apakah riset tidak begitu penting di sebagian pihak.
“Kenapa sampai riset, kajian, itu menjadi sesuatu yang dikurangi porsinya di dalam program dan kegiatan pemerintahan?” tanyanya heran.
Hal menarik kedua, lembaga tentang penelitian dan riset dalam konteks sekarang diwakili oleh Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). Seluruh institusi yang berbasis penelitian dan kajian disatukan menjadi satu wadah, yakni BRIN. Kemendagri menjadi satu pihak yang terimbas dan merasakan dampak. Misalnya, berubahnya nomenklatur Badan Penelitian dan Pengembangan menjadi Badan Strategi Kebijakan Dalam Negeri.
“Saya dapat informasi di beberapa kementerian juga seperti itu ya. Litbang-Litbangnya dihilangkan, direduksi, atau apalah namanya. Kemudian peneliti-penelitinya disatukan ke BRIN,” tutur Bahar.
Sementara itu, Sekretaris BSKDN Kemendagri Kurniasih memaparkan, riset dan penelitian pemerintah tak bisa lepas dari regulasi. Beberapa regulasi itu di antaranya Undang-Undang (UU) Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, UU Nomor 11 Tahun 2019 tentang Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, juga Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 78 Tahun 2021 tentang BRIN.
Kurniasih mengungkapkan, spirit dari pembentukan BRIN yaitu bagaimana pemerintahan negara membutuhkan suatu badan riset yang besar, sehingga uang yang cukup banyak bisa bermanfaat dan tidak terkotak-kotak.
Ia mengkritik banyaknya penelitian di tataran kementerian/lembaga hanya mengejar publikasi ke jurnal ilmiah. Ini membuat penelitian yang dilakukan pusat maupun daerah belum menjadi dasar pembuatan kebijakan.
“Apalagi di daerah itu Litbangnya selevel eselon empat dengan anggaran ibarat kerakap tumbuh di batu, mati segan hidup tak mau,” ujarnya.
Kurniasih menjelaskan, dalam urusan pemerintahan dalam negeri yang berkaitan dengan riset, terdapat kewenangan atau urusan-urusan lain yang menjadi pertimbangan. Di antaranya seperti politik dan pemerintahan umum, otonomi daerah, administrasi kewilayahan, pemerintahan desa, keuangan daerah, inovasi daerah, hingga pengawasan penyelenggaraan urusan pemerintahan daerah.
“Riset itu bukan hal yang, oh ya, cuma tiga bulan, satu bulan, dua bulan, tiga bulan dan selesai. Tidak. Kita harus riset itu berkesinambungan,” tandasnya.
Masyarakat Ilmu Pemerintahan Indonesia
(RED/AMV)