KETUA KAMAR TATA USAHA NEGARA MAHKAMAH AGUNG RI TERBITKAN PETUNJUK PELAKSANAAN PENGHITUNGAN TENGGANG WAKTU UPAYA HUKUM
Jakarta, tangraya
Ketua Kamar Tata Usaha Negara Mahkamah Agung RI, Prof. Dr. H. Supandi, S.H.,M.Hum. Telah menandatangani Surat Perihal Petunjuk Pelaksanaan Penghitungan Tenggang Waktu Upaya Hukum dengan nomor 2/TUaka.TUN/I/2022 yang ditujukan kepada Ketua Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara dan Ketua Pengadilan Tata Usaha Negara seluruh Indonesia, senin (10/01).
Supandi menyampaikan terbitnya Petunjuk Pelaksanaan Penghitungan Tenggang Waktu Upaya Hukum tentunya mempunyai riwayat sejarah atau histori yang terkait perkembangan zaman yang tadinya dari tradisi hard copy menjadi tradisi soft copy atau dari zaman konvensional menjadi zaman serba tehnologi digital (elektronik) tukas Supandi yang juga sebagai Guru Besar di Universitas Penogoro.
Beliau menjelaskan kaitanya dengan Upaya Hukum pada Peradilan Tata Usaha Negara mengingat di Pengadilan TUN untuk menentukan momentum penghitungan tenggang waktu upaya hukum menggunakan Pos Tercatat (PT. Pos Indonesia) sebagai sarana pengiriman surat
Atau putusan pengadilan dan sebagai bukti bahwa surat/putusan telah dikirim hanya bersasarkan resi/tanda terima tercatat dengan secarik kertas kemudian setelah sampai pada yang dituju atau yang bersangkutan pihak Pos tidak menyampaikan bukti tanda telah diterimanya surat/putusan Pengadilan kepada Pengadilan Penagju (PTUN/PTTUN),
Sehingga sulit untuk dilacak kapan orang yang dituju/pihak yang dituju menerima surat Pengadilan. Sehingga sulit untuk membuktikan kapan diterimanya surat pengadilan tersebut, dan pada akhirnya digunakan “teori pengiriman” untuk menghitung momentum penghitungan tenggang waktu.
Tetunya hal ini secara das sein menimbulkan ketidakpastian atau berakibat situasi yang kurang adil. Dimana Pengiriman surat terkadang tidak tepat waktu
Lebih lanjut supandi menegaskan oleh karena sekarang zaman sudah canggih maka seiring dengan kemajuan tehnologi sekarang PT. Pos Indoneisa telah menerapkan aplikasi dalam pencatatan surat yang dikirimnya sehingga memungkinkan masyarakat atau pengadilan pengaju untuk mengetahui
Kapan surat tersebut itu dikirim atau diterimanya oleh pihak yang dituju, dengan demikian dengan adanya kemajuan tehnologi informasi maka penerapan teori pengiriman tidak relevan lagi dan yang relevan adalah digunakan teori Penerimaan. Ditegaskan oleh Supandi
Bahwa Pengadilan agar berhati-hati dan penuh kecermatan dalam menerapkan Teori Penerimaan agar tidak terjadi perbedaan penghitungan tenggang waktu pengajuan upaya hukum, demikian Urgennya surat Petunjuk ini dibuat ujar Supandi dalam mengakhiri Press release
(PHYMA/rohim/tr)