Kemendagri: Tingkat Kesulitan Geografis Jadi Salah Satu Instrumen Penetapan Kantong Kemiskinan Berbasis Desa
Jakarta, tangraya
Untuk menyukseskan program bantuan tahun 2022, Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) perlu segera mencari formula yang tepat dalam membuat pendataan miskin ekstrem di 212 kabupaten/kota pada tahun ini. Sebab, hal itu dinilai penting sebagai dasar untuk pemberian bantuan oleh pemerintah dan pemerintah daerah dalam upaya pengentasan kemiskinan.
Demikian disampaikan Direktur Evaluasi Perkembangan Desa (EPD) Direktorat Jenderal (Ditjen) Bina Pemerintahan Desa (Pemdes) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Anggar Pramudiani Widyaningtyas dalam Rapat Penyumbang Instrumen Penetapan Kantong Kemiskinan Berbasis Desa di Indonesia. Rapat yang digelar secara daring dan luring dari Gedung Ditjen Bina Pemdes ini dipandu oleh Kepala Subdirektorat Evaluasi Perkembangan Desa Wilayah I Andi Yuli pada Senin (7/3/2022).
Adapun salah satu faktor penyumbang dalam perumusan instrumen untuk menetapkan kantong kemiskinan ini adalah faktor kesulitan geografis. Dalam rapat tersebut, Anggar pun memaparkan tentang tingkat kesulitan geografis dan kemiskinan di 212 kabupaten/kota itu.
Menurutnya, semakin tinggi tingkat kesulitan geografis suatu daerah, semakin tinggi nilai Indeks Kesulitan Geografis (IKG), demikian pula sebaliknya. Kemudian, nilai IKG ini juga berkorelasi dengan jumlah penduduk miskin.
“Semakin tinggi IKG, semakin besar persentase penduduk miskin dan penduduk miskin ekstrem,” katanya.
Anggar mencontohkan, desa yang memiliki permukiman di puncak atau lereng memiliki potensi persentase penduduk miskin yang tinggi. Terkait penyusunan IKG dan kontribusinya, dia menjelaskan, nilai IKG diperoleh dari penjumlahan secara tertimbang terhadap setiap indikator penyusun IKG.
“Lalu besarnya kontribusi menggambarkan besarnya pengaruh komponen tersebut terhadap nilai indeks, serta penghitungan kontribusi setiap indikator maupun dimensi pada IKG menggunakan teknik Principal Component Analisys (PCA),” ujar Anggar.
Dalam rapat itu, ia memandang bahwa Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) yang dimiliki oleh Kementerian Sosial (Kemensos) dan data lainnya yang dimiliki Kementerian/Lembaga perlu dipastikan dan dipilah mana yang masuk dalam miskin esktrem (desil 1) dan mana yang bukan.
Selain itu, menurutnya, program pemberian bantuan kepada penduduk miskin ekstrem di tahun 2021 pada 7 provinsi (35 kabupaten/kota) dapat dijadikan best practice, karena pemerintah daerah ikut terlibat dalam menentukan penduduk yang masuk dalam kategori desil 1 atau miskin ekstrem.
“Terakhir, Ditjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kemendagri selalu intens memberikan hasil pemadanan data DTKS Kemensos, data Pendataan Keluarga (PK) BKKBN (Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional), dan data dari K/L lainnya. Sebagai contoh dari DTKS Kemensos telah dilakukan pemadanan data pada bulan Juni 2021 sebanyak 114.345.493,” pungkasnya.
Adapun rapat kali ini dihadiri oleh peserta yang berasal dari lingkup Direktorat EPD Ditjen Bina Pemdes Kemendagri, Badan Pusat Statistik (BPS), dan Ditjen Bina Pembangunan Daerah (Bangda) Kemendagri.
Puspen Kemendagri
(Red)