Implementasi Impres BPJS ketenagakerjaan tuai kritik masyarakat,Presiden Instruksikan Langkah Kongkrit.
Jakarta, tangraya
Implementasi Instruksi Presiden RI (Inpres) Nomor 2 Tahun 2021 yang terlaksana melalui Badan Penyelenggara Jaminan Sosial {BPJS) Ketenagakerjaan saat ini kerab mendapatkan kritik dari masyarakat, pasalnya pelaksanaan program jaminan sosial ketenagakerjaan tersebut dinilai lamban dalam optimalisasi pelaksanaan, rabu (08/12)..
menindak lanjuti hal itu, Belum lama ini Kepada 26 kementrian dan lembaga Presiden RI Joko Widodo menginstruksikan agar segera dapat mengambil langkah-langkah yang diperlukan sesuai tugas, fungsi, dan kewenangan masing-masing untuk segera melakukan langkah yang jauh lebih kongkrit dalam pengupayaan optimalisasi pelaksanaan Program Jaminan Sosial Ketenagakerjaan.
Untuk diketahui pelaksanaan Optimalisasi program Jaminan Sosial Ketenagakerjaan dalam Inpres No 2 Tahun 2021, pendanaannya telah dibebankan pada APBN/APBD dan sumber lain yang sah dan tidak mengikat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dalam pelaksanaan upaya optimalisasi yang lebih kongkrit, Presiden RI, juga menginstruksikan agar Direksi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan dapat melaksanakan peningkatan kerja sama dengan Kementerian/ Lembaga atau pihak lain dalam rangka kampanye dan sosialisasi (public education) Program Jaminan Sosial Ketenagakerjaan;
Meningkatkan kerja sama dengan pemangku kepentingan dalam rangka meningkatkan pelayanan, kepatuhan, dan kemudahan pembayaran iuran pada Program Jaminan Sosial Ketenagakerjaan.
Mencermati implementasi Inpres tersebut, Hery Susanto Anggota Ombudsman RI kepada media ini saat dimintai komentarnya ,mengatakan melalui Inpres itu, kini BPJS Ketenagakerjaan akan diguyur sumber dana APBN/APBD. Dimana Sebelumnya dana kelolaan BPJS Ketenagakerjaan hanya mayoritas bersumber dari murni dana pekerja yang dibayarkan oleh perusahaan.
Sumber dana APBN/APBD yang digunakan untuk implementasi Inpres wajib dikelola oleh BPJS Ketenagakerjaan dengan berdasarkan pada 9 prinsip sebagaimana yang telah tertuang dalam Undang Undang No 24 Tahun 2011 Tentang BPJS, yakni: kegotongroyongan, nirlaba, keterbukaan, kehati-hatian, akuntabilitas, portabilitas, kepesertaan bersifat wajib.
Dana amanat, dan Hasil pengelolaan Dana Jaminan Sosial dipergunakan seluruhnya untuk pengembangan program dan untuk sebesar besar kepentingan peserta,” kata Hery Susanto, Rabu (9/6/2021) di Kantor Ombudsman RI, Jalan Rasuna Said, Jakarta Selatan.
“Keliru jika direksi BPJS lebih prioritas ke pengembangan dana investasi. Pengelolaan dana BPJS itu idealnya harus ada alokasi dana sosialisasi dan edukasi ke masyarakat, ini demi peningkatan kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan,” ucap Hery Susanto.
Menurut Hery Susanto, dalam Pasal 4 UU No 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik, ditegaskan bahwa penyelenggaraan pelayanan publik berasaskan: kepentingan umum, kepastian hukum, kesamaan hak, keseimbangan hak dan kewajiban, keprofesionalan, partisipatif, persamaan perlakuan/tidak diskriminatif, keterbukaan, akuntabilitas, fasilitas dan perlakuan bagi kelompok yang rentan, ketepatan waktu, kecepatan, kemudahan, dan keterjangkauan.
BPJS Ketenagakerjaan masih menurutnya berkewajiban menyelenggarakan pelayanan publik sesuai dengan tujuan pembentukannya. Pasal 3 UU BPJS, dimana jelas BPJS dibentuk untuk mewujudkan terselenggaranya pemberian jaminan terpenuhinya kebutuhan dasar hidup yang layak bagi setiap Peserta dan/atau anggota keluarganya.
Hery Susanto menambahkan, bahwa sekurang-kurangnya pelayanan BPJS Ketenagakerjaan itu juga harus meliputi: pelaksanaan pelayanan, pengelolaan pengaduan masyarakat, pengelolaan informasi, pengawasan internal, penyuluhan masyarakat, dan pelayanan konsultasi. Penyelenggara dan seluruh bagian organisasi dimana
supriyadi/tr